SEJARAH
LAHIRNYA DESA GUYANGAN
Untuk mencanangkan
tonggak sejarah suatu pemukiman, bilamana dan siapa yang ditokohkan menjadi
cikalbakalnya. Dalam penelusurannya tidak lepas dari simpul benang merah yang
erat hubunganya dengan proses perubahan-perubahan masa silam sekaligus dengan
data, fakta, kejadian-kejadian, peninggalan kuno, prasasti, perpustakaan, nara
sumber, legenda atau cerita rakyat turun temurun dari para pendahulu.
Di telusuri dari
namanya, desa Guyangan mamsuk wilayah Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara jaman
dahulu semula muncul pasti melalui proses kronologis panjang serta sederetan
huruf yang menjadi kalimat GUYANGAN ini kehadirannya tidak muncul begitu saja
tanpa sebab.
Untuk mengungkap misteri ini sangat erat hubungannya dengan
terdapatnya dengan peninggalan-peninggalan kuno seperti dukuh Balepanjang,
makam Kalbakal, Makamdowo, Makam Toboyo serta pundhen Singoblendang di Suwawal
Timur, didukung pula dengan adanya Gong buyut didesa Tanjung merupakan saksi
bisu yang masih dapat diamati sampai sekarang.
UJUNGPARA
HANCUR GUYANGAN MUNCUL
Pada pertengahan abad
ke-17 Sultan Agung Mataram berusaha mengusir penjajah Belanda dari daerah Pantai Jawa Tengah termasuk
Ujungpara. Strategi pertahanannya dipercayakan kepada Singoblendang seorang
warok dari Trenggalek yang membuat pos di bukit Donoroso (Lojigunung sekarang),
bedhol pathok seluruh prajurit bersama sekar kedaton (puteri-puteri bangsawan
kerajaan).
Dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia jilid IV halaman 1 - 2
menerangkan tentang kapan waktu adanya pemukiman di daerah Jepara
belahan timur yang berhubungan erat dengan peristiwa perang Blabag atau
Bedhahing Bumi Ujungpara. Diterangkan pula bahwa pada jaman Mataram Islam
Sultan Agung III (1613 – 1645) daerahnya meliputi Jawa Tengah termasuk Ujungpara
ditandai dengan batas wilayah pemukiman dengan tanaman randu alas (kapas hutan
asal Kalimantan) serta penggantian penguasa dalam pemerintahan dengan cara
turun-temurun (hirarkis).
Kemidian kapan dan
siapa yang menjadi tokoh di panggung perjuangan deesa Guyangan dulu sampai ada
tata kehidupan yang teratur sampai sekarang ini?
Terlukis pada buku
“BEDHAHING BUMI UJUNGPARA” oleh Empu Ki Kridhasastra halaman 9 – 12 menerangkan
dalam bentuk kidung kinanti :
1. Adrenging
tyas anyenyuwun
Maring dzad kang Maha Suci
Dredah sampyuh ing Jungpara
Ambyaring santana nagri
Sinengkalan tahunira
BWANA SUNGSANG HANGESTHI AJI.
2. Tanpa
sangkan sedyanipun
Prasantana tan nyawiji
Kocar kacir sedyanira
NGALOR NGETAN PINGGIR REDI
Dadya tetungguling bangsa
Sesidheman mirih lestari.
Kalimat
huruf besar pada bait 1 yang berbunyi : BWANA SUNGSANG HANGESTHI AJI adalah
bilangan tahun surya sengkala menunjukan angka tahun Masehi 1645 (Bwana=5
Sungsang=4 Hangesthi=6 Aji=1) jika dibaca dari belakang menjadi angka 1645,
sedangkan pada bait 2 berbunyi : NGALOR NGETAN PINGGIR REDI menerangkan bahwa
Singoblendhang bersama anak buahnya bubar kearah timur daerah pegunungan.
Akhir
kejayaan Singoblendhang mempertahankan
Ujungpara terpukul mundur oleh pasukan VOC dibawah pimpinan Kapten Van
De Clark, bubar bergerilnya kedaerah timur laut. Ke utara dibawah pimpinan
Pangeran Halonggopati, ketimur dipimpin Singoblendhang sendiri, Senopati Ronggo
Kusumo, Puspoyudo dan sebagian besar para prajurit serta para puteri sekar
kedaton.
Saat
terjadi hura-hura di desa Kecapi, Puspoyudo bersama rombonganya kebingungan
(blulungan) sampai sekarang terjadilah desa Bulungan, disini terdapat makam
Puspoyudo sedang di Kecapi itu sendiri terdapat Makamdawa.
Para
puteri sekar kedaton dari Mataram yang diasuh oleh seorang putri anak asuh
Belanda bersama Nyonya Holen Van Stricher dan dipimpin oleh Demang Aji Prakosa
bersama gamelan perang (bendhe beri) Gong Buyut disingkirkan kedaerah Tanjung.
Konon riwayatnya Nyonya Holen yang sekarang disebut-sebut adalah Mbah Bolem
dayangnya desa Kepuk.
Singoblendhang
dalam mempertahankan daerah lereng muria tidak tanggung-tanggung, dikendalikan
di pos komandonya di desa Suwawal Timur. Keamanan daerah diserahkan kepada
panglima (senopati) andalanya bernama Ronggo Kusumoyudo bersama tokoh spiritualnya
Eyang Purbosejati yang menyingkir ke desa Tengguli. Akhirnya Ronggo Kusumoyudo
membuat pemukiman didaerah Guyangan tepatnya di tepi sungai dukuh Balepanjang.
RONGGO KUSUMOYUDO PERAN UTAMA
DI PANGGUNG SEJARAH GUYANGAN.
Ronggo
Kusumoyudo, selalin ahli perang juga tokoh spiritual yang serba lengkap, juga
tokoh ulama’ yang mempunyai nama Abas yang dibawa dari pesantren Mataram dulu. Keberadaannya
dipemukiman Balepanjang untuk menularkan ilmu kepada generasi muda di
lingkungannya, baik olah pertanian maupun kanuragan, dengan semboyan “Rumangsa
Handarbeni, kudu melu hangrungkebi, mulat salira hangrasa wani”, sebab jaman
itu ambisi manusia ingin menguasai sangat membudaya. Lebih-lebih yang
berhubungan dengan tahta, harta, dan wanita penyelesaiannya dengan kekerasan.
Karena
merasa dituakan, tatkala terjadi kerusuhan didaerahnya dari pasukan Belanda
yang sengaja merusak padepokannya, mendidihlah jiwa kesatrianya dengan tekat “Sedumuk
benthuk, senyari bumi den labuhi thaker pati nganti pecahing dhadha wutahing
ludira”, yang artinya tidak rela kalau tempat tinggalnya dijajah orang lain,
dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Bersama-sama muridnya serta
masyarakat akhirnya kerusuhan dapat dipadamkan dengan membawa banyak korban
yang dimakamkan dalam satu lubang memanjang yang sampai sekarang masyarakat
menamakan Makamdawa.
Kesaktian
Ki Ronggo juga dimiliki oleh kuda andalannya yang diberi nama Turonggoseto
Pancalpanggung (jaran putih satracake, red) yang masyarakat meyakini bahwa itu
Jaran Sembrani. Kuda pusaka kesayangan ini selalu membawa dirinya saat-saat
terjadi peperangan atau menyelesaikan masalah penting. Selain itu mendapat
perawatan khusus dimandikan (diguyang) pada sendhang yang terletak dibawah
pohon besar Balai Desa sekarang. Disendhang inilah kuda ini dimandikan di “peguyangan”
kuda. Tempat ini letaknya sangat setrategis dan mudah dikunjungi hingga kian menjadi pemukiman
dan karenanya munculah nama Desa
Guyangan.
Dicuplik
dari buku “Desa Guyangan dalam Lintas
Sejarah”. (Soekat: 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar